EbMBK9LV3U2J5pqb5aBuXdjmVrgXJ3azcHngXLqi
EbMBK9LV3U2J5pqb5aBuXdjmVrgXJ3azcHngXLqi

Bagian dari Komunitas:

Bookmark

Dukung #RokokHarusMahal untuk Keluarga yang Lebih Sejahtera



Keluarga saya memiliki riwayat buruk dengan jantung dan juga rokok. Terutama keluarga dari pihak Ayah, dimana kebanyakan anggota keluarga pria menjadi perokok sejak usia muda.

Banyak peristiwa buruk yang terjadi akibat rokok. Hal terakhir yang saya ingat adalah kejadian meninggalnya salah satu paman saya karena komplikasi radang paru. Sangat menyedihkan karena beliau meninggal saat putra-putrinya masih kecil dan masih sangat membutuhkan peran seorang ayah.

Rokok, ya, rokok adalah barang yang tidak bisa beliau lepaskan.

Meski sudah banyak nasehat yang ditujukan kepada beliau dari istri maupun keluarga yang lain, hal itu tetap saja tidak bisa diatasi, hingga akhirnya berujung pada maut.
      
Kejadian itu membekas hingga hari ini. Sebuah contoh nyata yang tidak akan pernah saya lupakan tentang rokok yang menghilangkan nyawa dan membuat keluarga kehilangan arah.


*** 

Merokok dan Kesehatan 


Tidak perlu diragukan lagi bahwa perilaku merokok itu mempunyai bahaya yang sangat besar. Tidak perlu susah-susah membuka internet untuk mengetahui apa saja bahayanya. Pemerintah sudah lebih dulu memperingatkan para perokok melalui kolom khusus yang ada di kemasan rokok yang beredar di Indonesia.

Peringatan itu bukan hanya sekedar teks, tapi juga sudah dilengkapi dengan gambar. Jadi mustahil rasanya jika terlewatkan begitu saja.

Mari kita lihat contohnya dibawah ini:

Gambar peringatan super horor.
sumber: kompak.co

Pertama kali melihat peringatan itu saya bergidik, ada perasaan ngeri sekaligus heran di dalam hati.

Kok bisa ya mereka tetap menghisap barang itu meski sudah tahu bahayanya?

Saya merenung sesaat. Ah, tapi memang begitu bukan yang namanya adiksi? Saat seseorang sudah terlanjur kecanduan, bahaya bagaimanapun akan terabaikan.

Padahal seperti yang kita ketahui, tembakau yang menjadi bahan utama dalam pembuatan rokok menambah resiko untuk banyak penyakit mematikan, misalnya saja kanker dan penyakit kardiovaskuler (jantung). 

Riset di lapangan membuktikan 'berkat' konsumsi rokok yang terus meningkat, beban penyakit dan juga angka kematian akibat rokok juga ikut meroket.

Kata siapa?

Jika kita melihat data BPJS tahun 2016, disebutkan bahwa biaya tanggungan pengobatan katastropik atau penyakit mematikan akibat komplikasi yang salah satu pemicu utamanya adalah rokok menghabiskan dana sebesar Rp 14,58 triliun, nilai itu setara 21,73 persen dari total biaya manfaat seluruh penyakit. 

Angka kematian akibat rokok di Indonesia juga tergolong fantastis, Data The Tobacco Atlas tahun 2015 menyebutkan bahwa lebih dari 217.400 penduduk Indonesia meninggal dunia akibat merokok setiap tahunnya.

Padahal uang dan nyawa sebanyak itu masih bisa diselamatkan.

Dengan apa? Tentunya dengan berhenti merokok.


***



Peredaran Rokok Disekitar Kita.


Zaman now, maraknya penggunaan rokok semakin menjadi-jadi. Harga rokok yang sangat terjangkau (bahkan ada yang eceran per batang seharga 500-1000an) membuat merokok menjadi kegiatan yang lazim. Saking lazimnya, aktivitas merokok ini juga menyentuh anak-anak dan juga kalangan masyarakat miskin :

Hal ini jika kita runut kembali maka akan menghasilkan beberapa faktor yang bisa menjelaskan alasan mereka merokok, diantaranya:

➡️ Pengaruh lingkungan & pergaulan 

➡️ Rasa nyaman palsu yang sebenarnya candu merasuk membuat perasaan menenangkan ('ketagihan').

Dan yang paling seringnya adalah... 

➡️  Meniru orang tua/saudara.

Menurut saya, ya percuma saja menasehati 'kamu nggak boleh merokok' pada anak-anak jika dilingkungannya sendiri berseliweran orang dewasa yang merokok. Bahkan jika Ayahnya sendiri saja nitip minta belikan rokok ke warung, larangan merokok itu justru akan mengundang rasa penasaran anak tentang sensasi merokok. 




➡️  Iklan & promosi

Meskipun diikat oleh peraturan yang ketat dan jam tayang yang terbatas. Inilah yang saya masih heran, kenapa iklannya itu UWOW sekali?? Dihiasi kata-kata yang inspiratif, berkesan maskulin dan menampilkan sosok eksekutif muda yang sukses, penuh dengan segala hal yang menantang adrenalin serta wow-ini-laki-banget. 

Saya mengakui kalau industri rokok itu sangat kreatif dan royal. Mereka tidak segan-segan mengeluarkan uang dalam jumlah besar untuk membuat impresi yang menarik, tak jarang pula mengeluarkan dana luar biasa untuk sponsorship acara olahraga.

Teringat dengan kejadian saat kuliah dulu, pernah tidak sengaja saya mendengar teman yang bercerita penghasilannya menjadi SPG rokok. Saya terkejut, pastinya, karena tenyata jumlahnya tergolong besar. SPG aja lho. Part time.

Mengetahui iklan dan promosinya yang begitu gencar itu, saya tidak terlalu heran mendengar pernyataan dari MenKes Nila Moeloek bahwa angka perokok di Indonesia itu mencapai 36,3 persen, atau dengan kata lain, sepertiga penduduk Indonesia saat ini telah menjadi perokok.

Itu adalah keniscayaan karena masih banyak orang yang belum teredukasi tentang rokok dan ditambah dengan strategi industri rokok yang paten tadi. 

Namun melihat ironi di masyarakat yang yang justru bertentangan dengan gambaran promosi membuat saya tergugah.

Apakah yang harus saya lakukan? Diam dan melihat saja?

Tidak! Saya harus ikut melakukan sesuatu...

Peran Ibu dalam Melindungi Anak-anak dari Bahaya Rokok.


Ada banyak sekali perokok aktif yang tidak sadar kalau asap rokoknya itu mengandung bahaya yang serius. Dalam hal ini mungkin kita pernah mendengar istilah 'perokok pasif'. 

Nah, apa itu perokok pasif? 

Perokok pasif adalah orang-orang yang secara langsung tidak bersentuhan/menggunakan rokok, namun menghirup asapnya secara tidak sengaja/terpaksa. 

Salah satu kelompok yang paling rentan dengan bahaya asap rokok/menjadi perokok pasif adalah perempuan dan anak-anak. 

Untuk anak, masalahnya tidak berhenti sampai di asap rokok.

Rokok yang sengaja dipajang di bagian depan warung atau minimarket bisa dibeli dengan mudah menggunakan uang jajan mereka. Dan trik pajangan ini bukanlah suatu kebetulan. Industri rokok memang telah menjadikan mereka target.

Hal ini cara kerjanya kurang lebih sama seperti pornografi yang dicekoki pada anak sejak belia. Jika mereka sudah memulai kecanduannya sejak dini, maka dapat dipastikan mereka akan menjadi pelanggan setia hingga mereka dewasa.


Untuk perempuan, dalam hal ini adalah istri, maka tugasnya menjadi berlipat-lipat. Selain harus berkompromi dengan rokok dan juga melindungi anaknya, Rokok juga menjadi salah satu kendala ekonomi yang tidak ada wujudnya namun terasa efeknya, hal ini terutama terjadi pada keluarga dengan taraf ekonomi rendah. 

Ya, sangat disayangkan bahwa ada banyak kepala keluarga level ekonomi menengah ke bawah yang kecanduan rokok, padahal masih banyak kebutuhan anak dan juga rumah tangga yang harus dipenuhi

Namun budaya patriarki kita yang menjadikan laki-laki sebagai tulang punggung keluarga membuat banyak perempuan mempunyai porsi pendapat yang lebih sedikit dalam rumah tangga, termasuk soal ekonomi keluarga. Misalnya saat sang bapak lebih mengutamakan jatah rokoknya ketimbang kebutuhan primer keluarga seperti makanan, pendidikan dan kesehatan anak-anak. Perempuan jarang bisa menolak. 

Ya, mau gimana lagi, biasanya endingnya akan mblunder dengan sahutan: "Gue udah capek-capek nyari duit, biarin dong sedikit buat senang-senang, yang penting kan jatah lo sama anak-anak udah ada?". 

Fix, ujung-ujungnya, lagi-lagi perempuan lah yang harus memeras otak agar jatah bulanan mengcover seluruh kebutuhan rumah tangga.

Sedih. 💔

Hal inilah yang menjadi pokok pembahasan di acara Program Radio Ruang Publik KBR pada hari rabu minggu lalu. Dibawakan oleh dua orang perempuan yang menandatangi petisi #RokokHarusMahal #Rokok50Ribu, yaitu Magdalena Sitorus dari Jaringan Perempuan Peduli Pengendalian Tembakau (JPT3T) dan Ligwina Hananto yang memiliki background financial trainer. Program ini mengupas tema Selamatkan Generasi, Perempuan dukung Rokok 50 Ribu secara mendalam.



Dilema ekonomi antara rokok dan kebutuhan rumah tangga diatas bukanlah sebuah hal jarang di masyarakat kita. Hal ini diakui Ligwina Hananto.

Sebagai ahli finansial, beliau sering menemui kasus berlatar belakang serupa, misalnya buruh yang mengaku tidak punya uang untuk menyekolahkan anak-anaknya atau bahkan tidak punya uang untuk membeli lauk pauk yang sehat, namun begitu keuangannya dicek, ternyata pengeluaran rokok itu ada, menjadi prioritas, dan jumlahnya cukup besar. :(

Jadi sekolah anak urusan nanti, kesehatan anak urusan nanti, yang penting merokok dulu. Egois sekali, bukan?

Rasa kesal dan kasihan pada perokok campur aduk saat saya mendengar siaran itu. Rokok pada anak-anak dan keluarga miskin di Indonesia benar-benar sangat memprihatinkan.

Lantas, kemana kedua hal ini bermuara?


....Harga rokok yang murah adalah salah satunya. 


Jadi begitu mendengar harga rokok akan dinaikkan, jujur saja saya merasa sangat gembira! Menurut saya, rasa tentu langkah besar ini akan membawa angin perubahan yang positif pada banyak perokok aktif di negeri ini.

Tidak berpikir dua kali, saya pun segera menandatangani petisi #RokokHarusMahal dan #Rokok50Ribu yang dibuat di situs Change.org agar bisa menjadi bagian dari perubahan. 

Dan tidak cukup hanya tanda tangan, saya pun menyebarkannya di beberapa sosial media.

Oh iya, kalian juga bisa berpartisipasi dengan menandatangani petisinya di: 

change.org/rokokharusmahal

Perempuan Dukung #RokokHarusMahal


Kenapa kita sebagai perempuan mendukung gerakan ini? 

Ah, jawabannya akan sangat panjang! Tapi kali ini mari kita lihat dari sisi keluarga saja:

1. | Jika Rokok Mahal dan para ayah berhenti merokok, maka akan ada banyak perempuan dan anak-anak yang lebih sejahtera. 

Bagi saya, lelaki yang tidak merokok adalah lelaki yang sayang dengan keluarganya. Karena dengan tidak merokok, itu artinya dia sudah melakukan dua hal yang penting untuk istri dan juga anak-anaknya. 

Pertama, dia sudah menyayangi dirinya dan istrinya. Dia tidak 'memperpendek masa hidup' dengan mengkonsumsi rokok.

Dia berkesempatan menjalani hidup yang lebih sehat dan bisa membimbing istrinya lebih lama. 

Yang kedua, dia sudah menyayangi anak-anaknya, dengan tidak merokok, maka kesehatan buah hatinya pasti menjadi lebih baik.

Terlebih jika anaknya mengiringi langkah sang bapak untuk tidak merokok, maka otomatis mata rantai rokok pun terputus sampai disana. :) 

2. | Uang yang digunakan untuk membeli rokok bisa dipakai membeli kebutuhan rumah tangga. 

Mari kita buat permisalan, misalnya dalam satu hari seorang ayah mampu menghisap 1 pak rokok seharga Rp.10.000, itu artinya satu bulan dia 'membakar uang' sebanyak Rp.300.000, 

Dalam jumlah yang sama, uang itu bisa kita gunakan untuk hal yang lebih bermanfaat, misalnya membeli makanan yang bergizi, buku pelajaran dan juga kebutuhan anak istri. Tentunya ini juga membuat keluarga semakin sejahtera. Iya nggak? 


Angka 50 ribu mungkin bukan angka yang besar, namun efeknya secara langsung dan jangka panjang pasti bisa kita rasakan.

Perubahan harga dari angka 10-15 ribu menuju 50 ribu pastinya juga akan membuat para Ayah berpikir sepuluh kali sebelum membeli.

Betul atau benar? :D

3. | Kesehatan lebih terjaga. 

Jika tidak merokok, kesehatan yang prima tentu bukanlah sesuatu yang mustahil lagi.

Makanya, yuk, stop merokok!




Nah, jika ada yang bertanya, "Kenapa sih jadi 50ribu?" 


Tenyata harga ini bukan sembarang angka. Berdasarkan hasil sebuah survey berupa pertanyaan "Anda akan berhenti merokok kalau harga rokoknya berapa?" yang dilakukan oleh Prof. Hasbullah Thabrany bersama rekan-rekan beliau dari FKM UI pada Agustus 2016 lalu. Angka 50 Ribu menjadi jawaban mayoritas. 

Kenapa tidak lebih? 100 ribu seperti di negara Singapura misalnya? Atau 200-300 ratus ribuan seperti di Australia? 

Oh, itu hanya soal waktu, temans! Jika urusan cukai lancar dan negara total menegatifkan rokok, maka langkah ke angka berikutnya pasti bisa kita capai. :)

sumber: https://ariefardia.com/

Anu, Terus Nasib Petani Tembakau Bagaimana?


Oke, jujur saja saya juga pernah berpikir seperti ini: Apakah jika harga rokok naik artinya kita 'membunuh' saudara kita yang berprofesi sebagai petani tembakau?

Nah, disini saya terkejut dengan fakta yang dikemukakan Nina Samidi di salah satu program Ruang Publik sebelumnya, bahwa ternyata sekitar 60% tembakau yang ada di Indonesia justru hadir melalui jalur import dari Cina, Amerika, dan Brazil karena tembakau sendiri pada dasarnya tidak terlalu cocok dengan cuaca di negara kita yang basah. 

Meskipun tetap saja kita harus memperhatikan kesejahteraan petani tembakau lokal dengan misalnya menyediakan lapangan kerja yang lain. Perasaan jauh terasa lebih lega karena kerugian pada negeri tergolong kecil jika dibandingkan dengan statistik kemiskinan dan angka kematian akibat rokok.


*** 

"Momentum bulan Ramadan seperti sekarang ini sebenarnya bisa menjadi batu pijakan untuk berhenti merokok. Karena adiksi memang tidak bisa serta merta dihentikan, tapi bisa dicicil dulu perlahan-lahan, asalkan kesadaran individu sudah ada. Pasti bisa berhenti."  - Magdalena Sitorus.  

Nah, kalau kalian tertarik lebih lanjut tentang #RokokHarusMahal, kalian bisa mendengarkan talkshow serial Ruang Publik #RokokHarusMahal yang mengudara setiap hari Jumat, pukul 09.00-10.00 WIB yang disiarkan di 104 radio jaringan KBR di seluruh Indonesia dari Aceh hingga Papua. Diskusi juga bisa kita ikuti melalui fanpage KBR.ID atau aplikasi KBR.ID yang tersedia di Android dan iOS.

Yuk, mari bersama kita Dukung #RokokHarusMahal #Rokok50Ribu untuk keluarga Indonesia yang lebih sejahtera!

***

Sumber infografis: 
- P2PTM Kemenkes RI

2 comments

2 comments

Halo, terimakasih banyak sudah mampir yaa :)
Silakan tinggalkan komentar, Insya Allah saya kunjungi balik ^^
  • antung apriana
    antung apriana
    Thursday, 07 June, 2018
    semoga nanti betulan naik nih harga rokok biar suamiku nggak beli rokok lagi. heu
    Reply
  • Bunga Lompat
    Bunga Lompat
    Wednesday, 06 June, 2018
    Selain harus mahal, aturan pembelian juga diperketat. Misal harus menunjukkan kartu identitas kayak di luar negeri tuh.
    Reply